Tugas Pengalaman Komunikasi 2
Minggu, 09 Oktober 2016 by Sri Yuniarti Gojali in Label: , , , , ,

Coba Saja


Saat aku masih SMA, aku adalah salah satu murid yang aktif di kegiatan ekstrakulikuler mading atau jurnalistik, atau di sekolahku disebut dengan SMART, singkatan dari SMANSA ART. Memang ekstrakulikuler yang satu ini tidak sepopuler ekstrakulikuler-ekstrakulikuler yang lainnya, bahkan peminatnya bisa dibilang sedikit. Tapi hal ini tidak menyurutkan minatku untuk mengikuti club yang satu ini. Berawal dari hobiku yang senang menggambar dan menulis puisi aku bertekad untuk masuk SMART.

Tak disangka ekstrakulikuler yang sempat dianggap sebelah mata bahkan oleh pihak sekolah ini, malah menjadi tempat aku untuk belajar banyak hal dan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru. Pengalaman yang paling berkesan adalah saat timku mendapatkan juara pertama kejuaraan membuat mading se Jawa Barat di Universitas Padjadjaran. 

Waktu itu aku masih kelas satu SMA semester pertama saat ketua SMART memberitahukan kepada para anggotanya bahwa SMA kami mendapatkan undangan untuk mengikuti lomba membuat mading dari Universitas Padjadjaran (UNPAD). Tentu saja kami sangat antusias untuk mengikuti lomba tersebut.

Singkat cerita setelah kami berdiskusi dengan pihak sekolah untuk persetujuan kamipun mengikuti perlombaan yang diadakan dua hari tersebut. Sekolah kami mengirimkan 3 tim yang semuanya terdiri dari 4 sampai 5 orang, kebetulan timku terdiri dari 4 orang yaitu aku, Galih, Putri dan Hari. 

Hari pertama adalah hari pembuatan mading, yang semuanya kami kerjakan di tempat (UNPAD Dipatiukur), dan hari kedua adalah hari presentasi karya mading yang telah kami buat di hadapan para juri, peserta lain, panitia dan semua orang yang menonton presentasi tersebut.

Hari pertama berjalan lancar, walaupun di tengah pembuatan mading hujan lebat turun. Tetapi pada saat hari kedualah yang menurutku sangat berat. Tim kami cukup percaya diri dengan mading yang telah kami buat, tapi untuk mempresentasikan makna dari mading kami ini, kami benar-benar bingung karena sebelumnya kami tak tahu bahwa mading kami ini harus dipresentasikan, tentu saja kami belum siap sama sekali, apalagi setiap ditel dari mading itu harus memiliki makna. Oh God, matilah kita!

Tapi dengan bermodalkan tekad dan nekat, akhirnya aku dan temanku Galih memberanikan diri untuk maju mempresentasikan karya mading kami dengan tanpa persiapan apapun. “Kumaha engke weh di depan mah,” itulah yang aku ucapka kepada Teh El kakak kelasku yang juga mengikuti perlombaan itu. Saat aku dan Galih maju untuk mempresentasikan mading kami, rasanya aku ingin mundur kembali apalagi melihat peserta lain begitu lancar berpresentasi. But the show must go on.

Di depan para juri yang jika tak salah berjumlah 4 orang aku mencoba berbicara mempresentasikan karya tim kami sebisaku. Setiap detail yang terdapat di mading aku coba cari artinya secara mendadak di tempat. Berharap apa yang aku bicarakan bisa masuk akal, walaupun aku pesimis akan hal itu. Sesekali aku mencoba untuk mengeluarkan candaan untuk mengurangi keteganganku, juga agar pendengar di hadapanku tidak merasa bosan. Tapi sialnya candaanku itu malah tak di anggap oleh pendengar, terkesan garing dan sangat canggung. Akhirnya aku hanya bisa tersenyum masam dan mencoba mempertebal muka menahan rasa malu. God, please take me out from here!



Seakan kesialan yang aku alami belum berakhir di tengah-tengah presentasi, parnerku Galih tiba-tiba sakit dan tidak bisa melanjutkan menemaniku untuk presentasi. Memang sebelumnya ia sedang sakit, mungkin karena terkena hujan di hari pertama perlombaan. Akhirnya mau tidak mau aku harus meneruskan presentasi sendirian, dan apa yang harus aku presentasikan itu masih banyak. Tapi untunglah aku bisa menyelesaikan presentasi tersebut sampai akhir.

Yang paling memalukan bagiku adalah ketika juri ketua mengomentari dan mencoba memperbaiki caraku berpresentasi di hadapan banyak orang. “Keliatan banget masih gugup ya? Nanti mah gak usah ngelucu deh ya,” itu yang beliau ucapkan waktu itu. Walaupun beliau mengatakannya dengan nada bercanda tapi tetap saja malunya itu banget, banget, banget. Aku hanya bisa mengangguk sambil berusaha menutup wajah dengan tanganku, apalagi orang-orang tertawa menanggapi ucapan juri.

Tetapi untunglah rasa malu dan tegangku bisa terbayar dengan akhirnya timku bisa menjadi juara pertama dalam ajang perlombaan itu. Kami berhasil membawa piala pertama setelah sekian tahun SMART tak pernah mendapatkannya, untuk kami persembahkan kepada sekolah kami tercinta.

Ternyata berbicara di depan banyak orang itu tak semudah kelihatannya kawan, kita benar-benar harus memiliki mental yang kuat. Tapi walaupun demikian cobalah untuk berbicara di depan khalayak jangan pernah takut mencoba, karena setelahnya kau akan terbiasa dan terus menjadi lebih baik. Ala bisa karena biasa!!

Posting Komentar