Bule Masuk Kelas
Saat
kelas tiga semester pertama dulu, sekolahku kedatangan seorang tenaga pengajar
asal Amerika Serikat. Orang-orang di sekolah biasa memanggilnya dengan nama
Mrs. Inge. Ia adalah perempuan yang sangat tinggi, bahkan aku kira untuk ukuran
standar wanita di baratpun dia terhitung tinggi. Bahkan ketika pertama kali
Mrs. Inge diajak untuk berkeliling lingkungan sekolah oleh kepala sekolahku
saat itu – bu Darmilah – kepala sekolahku itu terlihat seperti anak dari Mrs.
Inge yang berjalan di sampingnya.
Suatu
hari saat jam pelajaran kosong di kelasku, Mrs. Inge tiba-tiba masuk ke kelas
diantar oleh kepala sekolahku. Tentu saja aku dan teman-teman kelasku merasa
kaget, karena memang itu adalah kali pertama Mrs. Inge masuk ke kelas kami. Dan
lagipula ia hanya mengajar untuk kelas satu saja.
Sepontan
kelas yang tadinya riuh menjadi sunyi, kami memperhatikan apa yang akan Mrs.
Inge lakukan di kelas kami. Sambil tersenyum ia lalu menyapa kami “Good
morning,” kelas yang tadinya sunyi kembali menjadi riuh, terutama anak
laki-laki kelasku yang sangat keras menjawab salam Mrs. Inge. Ia terlihat
sedikit terhenyak dengan suasana kelas yang terlihat lebih antusias a.k.a
ribut. Yah maklum kelas IPS memang di mana-mana sepertinya seperti itu.
Mrs.
Inge lalu memperkenalkan dirinya kepada kami. Ia menceritakan darimana ia
berasal, dan apa yang akan ia lakukan di sekolah kami. Selama perkenalan dengan
dirinya itu, Mrs. Inge menggunakan bahasa Inggris dengan aksen Amerikanya
walaupun sesekali ia menggunakan bahasa Indonesia yang terlihat masih sangat
kacau. Tapi aku memakluminya karena itu adalah pertama kalinya ia ke Indonesia,
dan sebelumnya pun ia tak pernah belajar bahasa Indonesia.
Teman-teman
kelasku benar-benar sangat antusias dengan apa yang Mrs. Inge bicarakan di
depan kelas, termasuk aku tentu saja. Bagiku itu adalah pengalaman pertamaku
berbicara secara langsung dengan orang bule. Banyak hal yang ia katakan di
kelas saat itu, mulai dari wilayah-wilayah di Amerika sana, hingga kehidupan
pribadinya. Saat Mrs. Inge mengatakan bahwa ia sudah berumur lima puluhan kami
tersentak kaget. Mrs. Inge benar-benar tidak terlihat seperti wanita usia lima
puluhan. Menurutku ia terlihat seperti baru memasuki usia empat puluh,
benar-benar terlihat fit dan masih cantik – walaupun ada beberapa kerutan di
wajahnya.
Mrs.
Inge bercerita bahwa ia memiliki dua orang anak yang sudah menikah semua.
Mereka tinggal terpisah dengan ia dan suaminya. Satu anaknya ada yang tinggal
di Hawaii, dan satu lagi tinggal di Chicago. Dan usia anak tertuanya sudah tiga
puluh tahun waktu itu, tidak heran memang karena usia Mrs, Inge yang juga telah
berkepala lima.
Banyak
pertanyaan yang Mrs. Inge ajukan kepada kami mulai dari menanyakan nama, hobi
kami, mimpi kami, hingga menanyakan apa yang kami ketahui tentang tempat ia
berasal – AS. Lucunya saat menjawab pertanyaan dari Mrs. Inge, banyak
teman-temanku (terutama laki-laki) yang tidak mengerti dengan pertanyaan yang
diajukan Mrs. Inge hanya menjawab dengan yes, no, i don’t know, dan ok saja.
Bahkan ada yang menggunakan bahasa isarat (yang malah membuat kami makin
bingung), hahaha. Yeah yeah they are my friends, always hilarious with their silly
act.
Setelah
beberapa lama kami berbincang, akhirnya karena jam pelajaran telah berganti,
Mrs. Inge pun pamit untuk mengajar di kelas yang lain. Setelah beberapa saat
Mrs. Inge keluar dari kelas kami, salah satu temanku ada yang berbicara, “Eh,
tadi ngerti teu si ibu ngomong naon? Da urang mah henteu siah,” tentu saja
mendengar kata-kata temanku itu, kami semua tertawa terbahak-bahak.