Tugas Pengalaman Komunikasi 5
Jumat, 16 Desember 2016 by Sri Yuniarti Gojali in Label: , , ,



Ieu Itu


Setelah aku berkuliah di Bandung, aku memutuskan untuk ngekos di daerah dekat kampusku. Sebenarnya jarak tempat tinggalku dan kamupsku itu tidak terlalu memakan waktu lama hanya sekitar satu sampai satu setengah jam perjalanan, sama seperti waktu tempuh antara rumah dan sekolahku waktu kelas satu SMA dulu. Tetapi karena macet dan kejadian-kejadian yang terduga lainnya, waktu tempuhnya bisa sampai dua hingga tiga jam, kerena itulah aku memutuskan untuk kost  dekat kampusku saja.

Setiap satu atau dua minggu sekali aku selalu menyempatkan diri untuk pulang ke rumah, tetapi itupun apabila tak ada kegiatan kampus yang harus aku ikuti. Selain untuk mengobati rindu suasana dan orang-orang rumah, tetu saja aku pulang untuk menghemat pengeluaran bulananku, hehe. Pasti anak-anak kost sepertiku mengerti dengan “modus” ini.

Pada saat itu, hari jumat tanggal 4 November 2016, aku dan temanku Rinda – yang berasal dari dareh yang sama sepertiku – memutuskan untuk pulang kampung. Kerena kebetulan kami kuliah hanya sampai hari kamis, dan tak ada kegiatan kampus lain yang kami ikuti saat itu. Seperti biasa kami pulang menggunakan bis kota jurusan Kebon Kalapa Tanjungsari. Saat kami menaiki bis kota tersebut, bis tidak terlalu penuh hingga kami bisa duduk di depan dekat dengan kursi supir.  

Setelah beberapa jauh bis meninggalkan terminal bis kota Damri ini di Kebon Kalapa, sang kondektur bertanya kepadaku, “Neng mau pulang?” aku yang bingung kenapa si bapak mengetahui kami akan pulang menjawab “Iya pak,” setelah itu si bapak kondektur kembali bertanya “Eneng mahasiswa? Dimana kuliahnya?” dan akupun menjawab, “Iya pak saya mahasiswa, kuliahnya di Unpas pak,” si bapak hanya menganggukan kepalanya sambil kembali mengobrol dengan sopir bis. Mereka membicarakan tentang kegiatan aksi damai 4 November yang kala itu tengah dilakukan di Jakarta.




“Kenapa gak ikut demo neng?” aku yang kaget sekaligus bingung dengan pertanyaan si bapak kondektur yang ternyata telah menghentikan obrolannya dengan pak sopir hanya bisa melirik ke arah Rinda yang duduk disebelahku, dan kemudian menjawab “Enggak ah pak,”. Si bapak hanya tersenyum sambil berkata “Kenapa gak ikut? Kan mahasisiwa. Padahal mah ikut aja ke Jakarta, rame di sana mah. Di sini mah sepi. Tuh tinggal jalan ge meni lalowong kieu,” aku hanya bisa mengulum senyum tanpa menjawab perkataan si kondektur. Selanjutnya si bapak kondekturpun terus mengajakku mengobrol, dari seputaran kuliah hingga tempat turunku, hingga mungkin setengah perjalannan, yang waktu itu terasa sangat lancar tanpa ada macet.


 Dari obrolanku dengan bapak kondektur bis itu, aku menyadari bahwa salah satu imej seorang mahasiswa di kalangan orang banyak itu adalah sebagai seorang pendemo. Ia bahkan bertanya kenapa aku tidak ikut aksi damai 4 November yang ia beri label “demo”. Sebenarnya menurutku tak ada salahnya berdemo, itu bukan merupakan suatu dosa dan hal yang dilarang. Selama kita melakukan itu dengan tertib dan damai, tanpa adanya kekerasan dan niat yang tak benar kenapa tidak berdemo. Jadikan saja ajang demo kita itu untuk mencari dan menuntut keadilan dan kebenaran, tentu saja dengan cara yang adil dan benar pula.

Posting Komentar