Bahasa Sunda: Lebih Rumit Daripada Yang Aku Pikirkan
Berbahasa
itu ternyata tidak semudah yang pernah aku pikirkan sebelumnya. Bahkan untuk
bahasa Sunda yang notabene sehari-harinya aku gunakan. Bahasa Sunda itu lebih
rumit dari pada kelihatannya. Apalagi bila kita sudah menggunakan undak usuk basa Sunda yang
sebenarnya, menurutuku yang asli orang Sunda itu cukup rumit.
Di
dalam bahasa Sunda, setiap kita berbicara kepada seseorang yang sebaya dan
orang yang lebih muda, kita harus menggunkana bahasa yang berbeda. Begitupun
ketika kita berbicara kepada orang yang lebih tua, bahasa Sunda yang
digunakanpun bebeda dengan yang digunakan kepada orang yang sebaya dan lebih
muda daripada kita. Selain itu ada beberapa bahasa yang digunakan berbeda pula
kepada perempuan dan laki-laki. Pokoknya menurutku bahasa Sunda yang baik dan
benar itu sangat rumit, dan lumayan membuat kepala pusing.
Pernah
suatu ketika saat aku masih SMP, aku pernah ditegur oleh guru bahasa Sundaku bu Susi
karena salah menggunkan bahasa Sunda yang benar. Saat itu seperti biasa aku
selalu mampir ke perpustakaan sekolah sebelum pulang ke rumah. Entah itu hanya
untuk mengembalikan buku yang aku pinjam di hari sebelumnya, ataupun untuk
kembali meminjam buku yang baru.
Hari
itu aku bertemu dengan bu Susi yang memang sesekali membantu petugas
perpustakaan untuk mengerjakan tugasnya. Setelah selama beberapa saat mengobrol
dengan bu Susi, aku memutuskan untuk pulang ke rumah karena urusanku untuk
mengembalikan buku juga telah selesai dan hari sudah semakin sore.
Akupun
berpamitan kepada bu Susi dan petugas perpustakaan , tetapi belum sempat aku
keluar dari perpustakaan sekolahku, bu Susi kembali memanggil namaku yang
refleks aku jawab dengan kata “Kulan”. Bu
Susi yang merupakan guru bahasa Sunda di sekolahku pun langsung berkata dengan
setengah berteriak “Naon? salah eta teh,”
aku yang tidak tau apa yang salah pun hanya bisa berdiri dengan wajah bingung.
Bu Susi kemudian menghampiriku yang berdiri di depan pintu keluar perpustakaan.
“Kan Sri teh urang Sunda atuh, maenya nu
kitu ge masih salah?”, aku yang masih
tak mengerti kesalahanku hanya bisa mengernyit bingung, setahuku tak ada yang
salah dengan apa yang aku lakukan ataupun yang aku katakan.
Melihat
raut wajahku yang terlihat kebingungan, beliau kemudian kembali berkata, “Iyeuh, lamun ka istri mah mun ngajawab teh kah atuh lain kulan,” aku yang
baru mengerti apa kesalahanku pun hanya bisa menganggukan kepala sambil menahan
rasa malu. Rasanya waktu itu aku benar-benar merasa malu. Aku yang orang Sunda
dan sehari-hari sering menggunakan bahasa Sunda, tapi masih salah dalam
menggunakan bahasa Sunda. Aku menyadari, ternyata masih sangat banyak seluk-beluk
bahasa Sunda yang perlu aku pelajari lebih dalam lagi. Berbahasa Sunda yang
baik dan benar itu memang tak semudah yang terlihat.